L.K.Ara
Naskah 'Hikayat Raja Pasai' dapat dikatakan merupakan karya sastra yang bersifat sejarah yang tertua dari zaman Islam. Di dalam naskah diceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi antara tahun 1250-1350 M. Yakni dari zaman raja Malikul Saleh hingga sampai ditaklukkan oleh Majapahit.
Seorang ahli bernama W.O.Winstedt mengambil kesimpulan bahwa Hikayat Raja Pasai merupakan teks yang tertua dan diperkirakan ditulis sebelum tahun l534. Melihat isinya Hikayat Raja Pasai juga dapat digolongkan sebagai hikayat yang mengandung ciri-ciri historical dan ciri-ciri mythological.
Setelah melihat perbendaharaan yang ada kemudian dapat pula disebut bahwa Hikayat Raja Pasai merupakan satu-satunya karya sejarah peninggalan Pasai. Bagaimana gambaran sastra yang terdapat dalam naskah tertua ini? Mari kita lihat. Hikayat Raja Pasai dimulai dengan teks yang cukup menonjol yang berbunyi sebagai berikut:
' Alkisah peri menyatakan ceritera raja yang pertama masuk agama Islam ini Pasai. Maka ada diceritakan oleh orang yang empunya cerita ini, negeri yang di bawah angin ini Pasailah yang membawa iman akan Allah dan akan Rasul Allah'.
Melihat isinya DR Teuku Iskandar menyatakan, Hikayat Raja Pasai merupakan karya yang mempunyai unsur-unsur legalisasi keluarga yang memerintah, menyatakan asal usul yang sakral keluarga tersebut. Tetapi disamping itu ia juga mempunyai fungsi didaktik. Raja yang zalim akan mendapat hukuman, negerinya musnah. Demikian halnya dengan Sultan Malikul-Mansur yang merampas gundik abangnya, demikian pula halnya dengan Sultan Ahmad yang cemburu terhadap putera-puteranya dan oleh sebab itu membunuh mereka. (Dr Teuku Iskandar, 'Kesusasteraan Klasik Melayu Sepanjang Abad', Libra, Jakarta, l996) Di dalam Hikayat Raja Pasai kita menjumpai dua jenis puisi. Yakni bahasa berirama dan pantun.
Di bawah ini dipetik jenis bahasa berirama, sebagai berikut:
Ayohai Dara Zulaika Tingkap
Bangun apalah engkau!
Asalmu orang terjunan pengaliran!
Karena engkau penghulu gundikku
Bergelar Tun Derma Dikara
Bangun apalah engkau!
Tiadakah engkau dengar bunyi
Genderang perang di Tukas
Palu tabuh-tabuhan
Hari dinihari
Bulanpun terang?
Berbeda dengan bahasa berirama yang ditemukan di dalam cerita-cerita rakyat atau penglipurlara yang biasa digunakan untuk menggambarkan suasana, di dalam Hikayat Raja Pasai digunakan dalam dialog.
Hal ini akan terasa lebih lengkap bila kita ikuti petikan puisi dari Hikayat Raja Pasai di bawah ini:
Ya tuaku Syah Alam
Mengapa hambamu dipanggil
Pada ketika dinihari ini
Bulannya terang semalam ini
Pada ketika selatan
Pada ketika tidur nyedar
Maka paduka Syah Alampun bersabda:
Ayohai Dara Zulaika Tingkap
Bergelar Tun Derma dikara
Tiadakah kamu dengar (bunyi)
Genderang (perang) di Tukas
Palunya tabuh-tabuhan
Hari ini dinihari
Bulannya terang
Semalam ini musuh darimana
ketah datangnya
Berapa ketah pertuhanya
Suruh lihat apalah
Kepada segala orang banyak
yang dibawah istana ini
Siapa ada, siapa tiada
Puisi lainnya yang dapat kita jumpai di dalam Hikayat Raja Pasai ialah pantun. Di bawah ini dikutip sebuah pantun dari Hikayat Raja Pasai terbitan tahun l914.
Lada siapa dibangsalkan
Rama saujana kerati
Pada siapa di sesalkan
Tuan juga empunya pekerti
Lada siapa dibangsalkan
Sa-lama lada sa-kerati
Pada siapa disesalkan
Tuan juga empunya pekerti
Untuk sekedar perbandingan dengan pantun tertua di dalam Sejarah Melayu kita petik pantun awal dibawah ini:
Cau Pandan anak Bubunnya
Hendak menyerang ka Melaka
Ada cincin berisi bunga
Bunga berisi air mata
Guna melengkapi pengetahuan kita berkenaan dengan Hikayat Raja Pasai dibawah ini dipetik, wasiat Sultan Malikul Saleh kepada orang-orang besar dan anak-anaknya:
'Hai anakku, dan segala taulanku kamu pegawaiku, bahwa aku ini telah hampirlah ajalku akan mati, adapun baik-baik kamu sekalian pada peninggalku ini. Hai anakku, jangan banyak tamak kamu akan segala harta orang, dan jangan kamu ingin akan isteri anak hamba kamu. Kamu-kamu kedua ini mufakat dua bersaudara dan jangan kamu bersalahan dua bersaudara'.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar