Selasa, 23 Maret 2010

YUN CASALONA PENYAIR DEBUS

Memperoleh Penghargaan Seni 2007

Oleh L.K.Ara

Bertemu di kedai Taman Budaya, Banda Aceh minggu kedua bulan Agustus 2007 dengan Yun Casalona sungguh merupakan kebahagiaan tersendiri. Betapa tidak karena dua bulan terkahir ini terdengar berita penyair dan pemain teater itu sedang menderita sakit keras.

“Saya sudah berobat ke Pineng, “kata Yun. Lalu sastrawan yang suka main debus ini menceritakan bahwa matanya juga akan dioperasi. Yun Casalona dilahirkan di Aceh, 3 Agustus 1964. Sebagai seorang pekerja teater, yang digelutinya sejak tahun 1981 ia bertahan sampai sekarang. Beberapa naskah drama yang telah dihasilkannya antara lain; “Patriot”, “Ranjang Revolusi”, “Labang Donya”, “Terhempas Sebilah Pedang”, “Si Rhang Mayang”, “Pendekar Kelawawar,” “Kemelut” dan “Mutiara Hitam di Pasir Putih”.
Berbicara tentang teater hari itu semangatnya timbul kembali, seolah lupa ia masih dalam keadaan sakit.

“Sekali waktu nanti kita tampil bersama”, katanya bersemangat. Ia mengenang ketika kami pernah tampil bertiga baca puisi dengan penyair Sulaiman Juned.

Dalam perjalanan berteater Yun pernah ikut teater Aceh mentas di TIM Jakarta (1993), meraih juara II aktor terbaik dalam pekan teater, sutradara berbakat I Festival Teater Banda Aceh (1989), Juara I seni akting (1990). Selain itu, ia juga ahli dalam permainan tradisional “Debus”(sejenis permainan rakyat dengan menggunakan benda-benda tajam). Bersama tim debusnya, ia pernah mentas Malaka, Malaysia.
Dalam dunia sinetron Yun juga punya pengalaman tersendiri. Sejak tahun 1990-an ia sudah tampil dan bermain dalam beberapa sinetron. Dapat dicatat antara lain, “Tak Sangsi Lagi” ditayangkan TPI (1991), “Kebersamaan Yang Semu” produksi TVRI stasiun Banda Aceh (1993), drama komedi “Seulangke” Ampon Yon Produksi TVRI stasiun Banda Aceh (1993).

Sebagai sastrawan nama Yun Casalona telah tercatat dalam Buku Pintar Sastra Indonesia (2001). Sajak-sajaknya dimuat dalam antologi , Seulawah: Antologi Sastra Aceh Sekilas Pintas (1995), Antologi Sastra Putroe Phang (Desember 2002). Sebuah puisinya yang sering ditampilkan ketika ia bermain debus ialah “Hu”. Puisi itu dimulai baris-baris,

Hu dalam kutazat
roh kuhalus dalam kutazat
roh kusuci dalam kutazat
roh kulahir dalam kutazat

Pada bait berikutnya penyair mengambarkan bahwa darah berupa batu, urat berupa kawat, tulang berupa besi, dan kulit berupa baja. Simbul-simbul batu, kawat, besi, dan baja merupakan benda keras dan kuat. Benda-benda pada tubuh manusia di samakan benda-benda yang keras dan kuat itu. Tulis penyair,

darahku batu
urat kawat
tulang besi
kulit baja

Puisi yang dapat digolongkan pada mantera ini dilanjutkan penyair dengan baris-baris, “Hu Nur Batu / Hu Nur Kawat / Hu Nur Besi /Hu Nur Baja”.

Tiga baris puisi selanjutnya berisi harapan, agar yang dipinta dapat diberikan. Dan harapan itu amatlah berguna dan sangatlah penting bagi seorang pelaku debus yang menikam dirinya dengan benda-benda tajam seperti rencong dan membacok dirinya dengan pedang. Kata penyair, “Wahai Nur segala Nur/ menjelmalah sebagai surya hamba / berikan Nurmu sebagai sarung tubuhku”.

Bila permintaan dan harapan tubuh si aku lirik sudah dipenuhi yakni, “Nurmu sebagai sarung tubuhku” maka selanjutnya harapan si aku lirik adalah,

haram engkau minum darahku
haram engkau makan dagingku
haram engkau sentuh kulitku
aku keluar dari rahim ibunda
aku masuk pada khalimah lailah Haillallah

Pertemuan dengan Yun setelah di kedai Balai Budaya, Banda Aceh itu berlanjut tgl 15/8 pada acara penyerahan hadiah seni bagi seniman Aceh di rumah dinas Wakil Gubernur NAD Muhammad Nazar. Yun Casalona ternyata dinilai sebagai seorang yang berhak memperoleh anugerah seni 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar