Senin, 22 Maret 2010

KEBENARAN HAKIKI HARUS MENGUASAI IMAGINASI

Oleh L.K.Ara

Kebenaran hakiki ialah kebenaran mutlak, absolute truth, yakni kebenaran yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Taala. Dan kita sebagai khalifah di dalam karya-karya kita. Ini barangkali berbeda dengan realiti hidup. Realiti hidup ialah sesuatu yang benar-benar berlaku, tetapi mungkin bercanggah dengan kebenaran hakiki, dan mungkin pula akur dengan kebenaran hakiki. Karena itu saya rasa kebenaran hakiki harus menjadi sesuatu yang mengatasi segala-galanya dalam penulisan sastra.

Peranan imaginasi bagi seorang pengarang Muslim pula bukanlah untuk menciptakan kebenaran hakiki karena kebenaran hakiki itu telah ditetapkan Allah, tetapi peranan imaginasi ialah menciptakan cara-cara baru, stail-stail baru, untuk mentrapkan kebenaran hakiki ini supaya lebih berkesan kepada pembaca.

Hal ini dikatakan pengarang Shahnon Ahmad menjawab pertanyaan Suhaimi Hj Muhammad yang berbunyi, apakah yang dimaksudnya dengan kebenaran hakiki dan apa perbedaannya dengan yang disebut realiti hidup dan imaginasi dalam kreativiti.

Seperti diketahui Shahnon Ahmad didalam dunia kesusastraan Melayu modern adalah merupakan tokoh penulis yang penting dan yang amat banyak diperbincangkan orang. Mula-mula memang karirnya dibidang terjemahan tapi kemudian ia giat dalam penulisan kreatif seperti, cerpen, novel, esei, drama dan kritik. Ia dikenal luas sejak tahun l956.

Menurut para kritisi sastra kekuatan Shahnon Ahmad dalam karya-karyanya ialah kekuatan pada sensitiviti dan imaginasinya sebagai seniman yang berhasil menangkap segala konflik jiwa orang kampung. Dua buah novelnya "Ranjau Sepanjang Jalan" dan "Rentung" dapat dianggap sebagai karya puncaknya dalam kegiatan penulisan novel. Tapi memang kemudian muncul novel-novelnya yang
lain seperti "Srengenge" (l973), "Sampah" (l974), "Kemelut" (l977) dan lain-lain. Karya-karya Shahnon Ahmad dapat dikatakan hampir setiap tahun memperoleh hadiah didalam penulisan bidang cerpen, novel dan esei.

Akhir-akhir ini pengarang yang mendapat anugerah gelar "Pejuang Sastra" oleh Perdana Menteri Malaysia itu mulai mengalihkan pokok persoalan tulisannya dari masalah derita hidup masyarakat desa kepada hal-hal yang menyentuh keislaman didalam dunia kesusastraan.

Maka ketika diajukan pertanyaan bagaimana dengan imaginasi bagi seorang penyair, atau seorang pengarang, sejauh mana kebebasan yang boleh dipergunakannya untuk pernyataan imaginasinya, apa lagi jika dihubungkan dengan kebenaran hakiki, Shahnon mengurai, tentang imaginasi ini ada firman Allah dalam Surah al-Asyura, ayat 224. Yang mana mengingatkan kita supaya jangan membiarkan imaginasi bebas sebebas-bebasnya. Imaginasi ialah satu sifat fitrah manusia. Islam tidak menolak imaginasi manusia karena imaginasi ialah sifat semula jadi manusia.

Dan ketika ditanyakan apa pendapatnya jika dikatakan karya sastra yang indah mengandung imaginasi yang indah, pengarang terkenal itu berkata: benar. Tetapi jangan kita membiarkan imaginasi itu menguasai kebenaran hakiki. Sebaliknya kebenaran hakiki itulah yang harus menguasai imaginasi. Inilah yang ingin saya tekankan. Dalam mencipta hasil kreatif imaginasi amat penting, tetapi janganlah sehingga ia menguasai, menjajah konsep-konsep atau kebenaran-kebenaran yang ada didalam Quran dan al Sunnah.

Nah kini tentang pembaruan dalam kesusastraan. Apa pendapat Shahnon? Menjawab pertanyaan yang berbunyi: dalam perkembangan penulisan sastra kreatif, terdapat apa yang disebut sebagai kelainan. Dengan kelainan ini kita dianggap telah mencipta suatu pembaharuan dalam kesusastraan. Apa tanggapan Anda terhadap kelainan dalam kesusastraan.

Bila ditimbulkan masalah ini, saya ingin merujuk kepada teori kesusastraan di Barat, kata Shahnon. Lalu ia mengurai lebih jauh: di Barat pembaharuan selalu dimaksudkan dalam bidang teknik dan isi. Mereka mengadakan pembaharuan dalam bidang teknik dan juga coba memberi gagasan baru dalam isi kreatif. Tetapi dalam Islam, apa yang dimaksudkan dengan pembaharuan dan kelainan adalah berbeda sekali. Kelainan yang dimaksudkan dalam Islam ialah kelainan membentuk daya imaginasi, kelainan membentuk cara-cara baru. Bukan kelainan dalam soal mereka atau mencipta gagasan baru, membentuk kebenaran-kebenaran baru.

Dalam karya sastra Islam, kita hanya menyampaikan kebenaran-kebenaran hakiki yang ditetapkan oleh Allah seperti yang diterapkan dalam Quran dan al Sunnah. Kelainan yang kita ciptakan hanya dalam bentuk dan cara yang kita gunakan berdasarkan karya kreatif dan daya imaginasi kita. Al Quran dan al Sunnah harus menjadi panduan kita. Kita sebagai manusia yang menjadi khalifah Allah haruslah menyampaikan suruhan-suruhan Allah seperti yang diterapkan dalam al Quran dan al Sunnah itu dalam karya kreatif kita, menerusi bakat yang dianugerahkan oleh Allah kepada kita.

Tapi kalau seorang penulis berpandu kepada Quran, bermakna dia mentrapkan ajaran agama dalam karya sastranya begitu kan?

Ya memang. Memang ini berlaku jika pengarang itu tidak bijak. Pengarang ini akan kelihatan mengejar etika, mengajar ajaran-ajaran agama. Tetapi bagi pengarang yang berbakat besar, kebenaran hakiki itu diolah sedemikian rupa dalam bentuk puisi atau ceraka supaya menjadi karya yang besar. Karena itulah dalam sastra Islam bukan semua orang boleh jadi pengarang. Mereka yang ingin jadi pengarang harus mempunyai kualiti yang tertentu karena bukan senang hendak mentrapkan kebenaran hakiki dalam sastra.

Mulai tahun l978 perbincangan tentang sastra Islam begitu dirasakan, malahan pembicaraan tentang sastra Islam begitu hangat diperkatakan di Trengganu, Malaysia. Dapatkah Anda menerangkan gagasan tentang sastra Islam ini menurut kacamata Anda?

Sebelum kita berbicara tentang sastra Islam, kita harus lebih dulu berbicara tentang Islam. Kalau kita tak dapat memahami apa itu Islam, sampai bila pun kita tidak dapat memahami apa itu sastra Islam. Islam seperti yang difirmankan oleh Allah dalam Surah al-Maidah, ayat 3 antara lain bermaksud: Islam ialah hubungan antara manusia dengan Allah, dan manusia dengan manusia dalam arti kata bahwa Islam mencakup segala bidang tata hidup manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Dalam sistem inilah tata hidup yang sempurna disediakan, termasuk juga didalamnya kegiatan-kegiatan seni. Dalam kegiatan seni ini termasuklah kegiatan seni sastra. Kegiatan seni sastra merupakan kegiatan manusia dalam skup Islam yang amat luas. Sekarang kalau kita melihat sastra dari pandangan Islam sebagai addin, sebagai tata hidup yang paling sempurna, maka kegiatan sastra adalah demi karena Allah berhikmah untuk manusia.

Nampaknya Anda menaruh kepercayaan besar terhadap perkembangan sastra Islam di Malaysia, bukankah begitu?

Saya bukan saja menaruh kepercayaan yang besar tetapi saya rasa saya akan bergiat demi untuk Allah dalam soal ini, karena sekarang saya rasa saya telah menemui kebenaran yang benar. Insya-Allah tidak akan ada aliran-aliran lain yang boleh menggoncangkan keyakinan saya.

Shahnon Ahmad yang pernah mendapat pendidikan menengah di Maktab Sultan Abdul Hamid, Alor Setar, pada tahun l968 berangkat ke Canberra, Australia sambil bertugas dengan Universiti Nasional Australia menyambung studinya dan memperoleh ijazah Sarjana Muda pada tahun l97l. Sarjana penuh diperolehnya di Universiti Sains Malaysia. Sebagai salah satu puncak penghargaan tertinggi yang diperolehnya adalah berupa Anugerah Sastra Negara pada tahun l98l.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar