Senin, 22 Maret 2010

SULAIMAN YUSUF PENJAGA GAWANG SASTRA MELAYU LAMA DARI BELINYU

Oleh L.K.Ara

Kalau anak tidak berguru/kelak tidak berilmu, itulah sepotong gurindam yang ditulis Sulaiman Yusuf berkenaan dengan petuah untuk orang tua agar orang tua memperhatikan pendidikan anaknya. Penyair membayangkan bila anak tidak diberi pendidikan yang baik tentu kemudian hari dia tidak memperoleh ilmu. Untuk mendapatkan ilmu haruslah meniti jenjang bangku sekolah, menempuh perjalanan panjang. Memperoleh ilmu harus berusaha dengan sungguh-sungguh.

Sebaliknya jika anak dimanja maka bisa dibayangkan dia tak akan memperoleh apa apa kecuali kemalasan sehingga tidak berdaya sama sekali. Untuk melukiskan hal itu Sulaiman Yusuf menulis gurindam, “anak kalau terlalu dimanja/nanti dia tidak berdaya “. Bahkan si anak akan lebih tak berarti lagi apa bila jatuh kelingkungan yang tidak bagus, lingkungan bergajul. Kata penyair, “anak akan menjadi gajul (buaya)jika lingkungannya bergajul”.

Sulaiman Yusuf dalam gurindamnya telah memperlihatkan isi dan fungsi gurindam Melayu lama yang sesungguhnya, yakni pengajaran. Sebagai penjaga gawang sastra Melayu lama di Bangka Belitung, penyair kelahiran Belinyu, 3 Februari 1937 ini sebenarnya sudah lama tak menulis. Tapi sekali waktu datang seorang teman lamanya sama-sama pensiunan guru dari Pangkalpinang, Ibukota Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Suhaimi Sulaiman sang teman memang sekali waktu muncul di rumahnya di Belinyu. Melihat teman lama datang wajah Sulaiman Yusuf yang mulai keriput, nampak bersinar kembali. Berdiri didepan pintu kecil yang selama ini dipakai tuan rumah, ia minta dibukakan pintu besar. Pintu besar yang sudah lama tak dibuka. “Tapi hari ini saya buka sahabat lama datang”, bisiknya. Sejak itulah Sulaiman Yusuf bagai tersentak dari tidur lalu bangun dan mengangkat kalam dan menulis ribuan baris gurindam dan pantun.

Isi dan fungsi gurindam yang berupa pengajaran itu dalam karya Sulaiman Yusuf dapat dilihat berupa, bagaimana orang memelihara badan dan hati, berbudi bahasa, bertimbang rasa, agama, menghormati ibu bapa, berbuat jasa, menjaga hubungan suami isteri, dan tanggung jawab pemimpin dan hubungannya dengan rakyat.

Bagaimana pengajaran agama diterapkan kepada manusia dibayangkan bahwa agama itu seharusnya sudah diajarkan sejak kecil. Bila pengajaran agama itu diajarkan sejak dini maka hasilnya dapat kita lihat bahwa nanti akan diperoleh
manusia yang taat dan beribadat dan berguna untuk sesama. Tulis penyair,

jika anak diajar agama
kelak dia akan berguna

Dibayangkan juga oleh penyair bila sepasang manusia suami isteri cinta pada agama maka berkawinan akan berjalan dengan baik. Tuntunan agama mendorong suami isteri saling menghormati, saling tahu tanggung jawab dan kewajiban masing-masing. Gurindam yang melukiskan keadaan ini adalah, “suami isteri cinta agama/perkawinan mereka akan sentosa”. Kemudian dibayangkan pula bahwa suami isteri yang terbiasa membaca Qur'an akan jauh dari sikap kasar atau pertengkaran. Hal itu ditemukan dalam gurindam, “suami isteri suka mengaji /selang sengketa sukar terjadi”. Dan bagaimana agar hubungan suami isteri dalam rumah tangga agar tetap harmonis diberi nasihat agar masing-masing bila terjadi ketidak sesuaian dalam suatu hal hendaklah dapat menahan diri. Kata penyair,

“rumah tangga akan lestari/jika suami isteri mengekang diri”.

Gurindam yang berisi pengajaran bagaimana agar hubungan suami isteri dapat berjalan dengan baik dan tetap langgeng, bahkan setan tidak akan mendekat digambarkan dalam beberapa bait berikut ini. “Bila isteri bersifat sakinah/suami isteri menjadi betah”, “Rumah tangga bagaikan surga/bila suami isteri suka sekata”, “Isteri selalu senyum bibir/takkan suami akan mampir”,“Suami isteri selalu sepakat/tiada setan yang akan mendekat”.

Diatas telah kita lihat gurindam yang mengandung norma-norma yang baik dalam hubungan suami isteri. Namun Sulaiman Yusuf juga membuat gurindam yang mengandung norma-norma yang kurang baik dalam hubungan suami isteri. Dibayangkan isteri yang bertingkah mempunyai dampak yang akhirnya membuat rumah tangga jadi goyah. Begitu juga bila suami isteri ingkar janji rumah tangga terasa bagai neraka. Selanjutnya bila sering bertengkar akan terjadi hal yang tak diinginkan yakni perkawinan tak harmonis lagi, bahkan bisa terjadi perceraian. Gurindam yang membayangkan hal itu dapat kita lihat berikut ini,

“Suami isteri banyak tingkah /rumah tangga akan goyah”, “Rumah tangga bagaikan neraka/bila suami isteri ingkar setia”, “Suami isteri gemar bertengkar/alamat perkawinan akan buyar”, ”Jika suami mata keranjang/suatu saat isteri menghilang”.
Bahkan hal-hal kecil yang spele dapat berakibat lebih jauh dalam hubungan suami isteri. Misalnya digambarkan dalam gurindam bagaimana wajah isteri yang asam terus menerus bisa berakibat sang suami mencari yang lain. Begitu juga tingkah suami isteri yang saling mencibir bisa berakibat perceraian. Tentulah maksud penyair menggambarkan semua ini dalam gurindam agar hal itu dapat dipahami serta hendaknya menjadi pelajaran. Coba kita simak gurindam berikut ini, “Muka isteri berjeruk purut/kepada betina lain suami terpincut”, “Suami isteri saling mencipir/alamat perkawinan akan berakhir”, “Suami isteri saling mencerca/alamat perkawinan akan binasa ”.

Sebagai pensiunan Sulaiman Yusuf memang punya waktu yang banyak untuk menulis. Ambil kertas lalu menulis dengan pena. Tulisannya khas tulisan guru di tahun 1950-an nampak halus kasarnya. Melalui pendidikan SGB (1956) dan KGA (1964) dia lalu jadi guru SDN No.2 di Belinyu. Kemudian pernah pindah ke Palembang jadi guru di SDN no.64. Kembali lagi ke Belinyu lalu jadi Kepala SDN no.4 di Belinyu. Karirnya meningkat ke Ka Kandep Dikbud Belinyu hingga pada tahun 1987 menjadi Ka Sub Bag TU Kandepdikbud Kabupaten Bangka.

Di usia senjanya penyair yang Pemangku Adat ini masih suka juga tampil bersama penyair muda se Bangka Belitung turun ke sekolah membaca karya pantunnya untuk para pelajar. Ini dibuktikannya ketika berlangsung Temu Sastrawan Guru dan Siswa (TSGS) di SMA N no.1 Belinyu bulan Mei 2005 yang lalu. Bersama pemantun muda Kario (23 th) dari Kurau, Bangka Tengah, Sulaiman Yusuf tampil menarik. “Aku membawa pantun dengan Kario yang saya anggap cuculah”, kata Sulaiman Yusuf. Lalu dengan suara agak serak ia membacakan pantunnya,

kasih merana karena merindu
terbelah cinta tergoda asmara
semasih muda suka berguru
setelah tua tiada kecewa

berkepala dingin mesti teradat
kalau tidak pikiran rancu
jika ingin tinggi derajat
jangan enggan menuntut ilmu

Begitu selesai membacakan pantun terdengar tepuk tangan yang meriah dari para siswa. Tema pantun cinta yang dibawakan nampaknya mengena. Sekaligus pantun berisi nasihat agar jangan segan menuntut ilmu supaya derajat tinggi.
Selesai acara beberapa siswa mendekati para penyair untuk minta tanda tangan. Tak luput beberapa siswa menyodorkan buku kepada Sulaiman Yusuf minta kenang-kenangan tandatangan. Penyair tua itu sambil senyum-senyum mengambil pena lalu menggoreskan pena di buku para siswa itu.

Hubungan pemimpin dan rakyat dapat kita temukan dalam gurindam yang memang sengaja ditulis Sulaiman Yusuf berjudul “Gurindam Pemimpin dan Kepemimpinan”. Ratusan gurindam bertema hubungan pemimpin dan rakyat itu memperlihatkan misalnya, bagaimana seharusnya rakyat memilih pemimpin. Memilih pemimpin yang jujur tentu membawa negeri makmur tetapi kalau memilih pemimpin yang tak jujur negeri bisa hancur. Lebih-lebih bila pemimpin yang dipilih tak berpengetahuan tentu negeri tak akan maju. Pemimpin yang arogan juga tidak menguntungkan bagi rakyat dan negeri. Gurindam yang melukiskan hal itu dapat kita lihat dibawah ini, “Kalau pemimpin tiada jujur/negara akan hancur lebur”,

“Jika pemimpin bertabiat bandit/kemana-mana dia mengejar duit”, “Kalau pemimpin berkepala dungu/segala kerjanya selalu keliru”, “Kalau pemimpin bersifat arogan /tandanya dia sahabat setan”.

Sifat-sifat pemimpin yang munafik, yang suka koropsi dan kolosi diungkap penyair dalam gurindam berikut ini. Bila pemimpin bersifat munafik penyair menyebut bila akan diberi nasihat ia akan menampik. Dan kalau pemimpin melakukan korupsi negeri akan akan menderita rugi. Tulis penyair, “Jika pemimpin orang munafik /diberi nasihat ia menampik”, “Kalau pemimpin suka korupsi/negara akan dibuatnya rugi”, “Jika pemimpin suka kolusi/suka pula dia komisi”.

Namun jika rakyat memilih pemimpin yang baik yang ikhlas, rakyat dan negeri akan memperoleh kebaikan dan kesejahteraan. Pemimpin atau penguasa yang ikhlas, tidak akan mengharap balas. Begitu juga pemimpin yang ikhsanat dia tidak akan berlaku hianat baik terhadap negeri dan rakyat. Memilih pemimpin yang bijaksana, yang jauhari tentu akan membuat makmur negeri dan rakyat akan dapat menikmati hidup. “Jika penguasa seorang ikhlas/heran baginya menerima balas”, “Pilih olehmu pemimpin ihsan/karena dia pemuja kebaikan”, “Pilih olehmu pemimpin ihsanat/karena diri tak kan kianat”. “Jika pemimpin seorang jauhari /akan nikmat rakyat negeri”.

Kini diusia senjanya di kota kelahirannya Belinyu, Sulaiman Yusuf masih terus aktip sebagai pembina Dewan Kesenian. Ketika ditanya bagaimana perhatian pemerintah terhadapat kerjanya sebagai penulis ribuan baris gurindam dan pantun serta penjaga gawang sastra Melayu lama ia hanya tersenyum.

Sambil mengalihkan pembicaraan Sulaiman Yusuf lalu mengenang karya tulisnya pernah memperoleh sebagai Pemenang Harapan Lingkungan Hidup dari Lembaga Ekologi UNPAD pada tahun l977. Dan menulis buku Bahan Bakar Minyak Karet th 1982 sempat dicetak 20.000 eks dipesan Dep P dan K untuk bacaan SMA.

(dari : Arsip lama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar